Kamis, 05 Maret 2009

Kultivator Istana Kota Xian : Saksi Hidup Runtuhnya Politik Kekerasan

Kompleks istana Xian Yang sesudah termakan api besar nyaris semuanya musnah, api tersebut telah membuat hasil karya “abadi” yang dirancang bangun dengan jerih payah oleh Qin Shi Huang (baca: Chin She Huang, kaisar pemersatu Tiongkok pada sekitar tahun 200 SM) lenyap tak berbekas dalam sekejap.

Sebuah dinasti telah runtuh, dinasti berikut menanti tampil ke atas panggung……

Wang Fu berkultivasi gagal mencapai kedewataan, berdiri di atas jalan kota Xian Yang. Melihat saat-saat senja yang segera menghampiri, lagi pula di dalam kota juga segera dilakukan jam malam. Sekali lagi Wang Fu menghadapi kesulitan, tetapi kali ini tiada lagi dewa penolong yang membantunya. Segala sesuatunya harus tergantung pada diri sendiri.

Wang Fu berpikir sejenak, lantas melangkah menuju ke kota istana. Di depan pintu kota istana, ia memberitahu penjaga bahwa dirinya ialah seorang kultivator (mandarin: xiulian) yang datang untuk membuat ramuan bagi sang kaisar.

Penjaga pintu mendengar si pendatang adalah seorang kultivator yang paling disegani Kaisar, maka tak berani berlama-lama. Segera melaporkannya ke dalam.

Tak lama kemudian, seorang abdi dalem yang khusus untuk melayani kultivator keluar menyambut Wang Fu. Lalu mengantarnya ke istana khusus diperuntukkan membuat ramuan.

Wang Fu lantas tinggal di sana, sembari membuat ramuan sesuai yang diajarkan sang guru, kemudian ia melanjutkan mengkultivasi dirinya.

Kaisar lalim membantai kultivator, mengubur hidup-hidup pengikut Konghucu

Qin Shihuang sering mengutus orangnya untuk mengambil obat di ruang itu. Pe-ngejarannya terhadap kehidupan abadi hari demi hari semakin menggebu.

Sang kaisar selain mengumpulkan para kultivator dari berbagai daerah demi membuat ramuan untuk dirinya, juga acap kali berkelana mengunjungi tempat-tempat bertuah. Mendambakan bertemu dengan dewa.

Selain itu pula beberapa tahun yang lalu, ia mengutus Xu Fu memimpin ribuan pasang taruna laki—perempuan melaut mencari pil panjang usia (red.: konon mereka juga mendarat di pulau Jepang).

Kaisar juga mengutus Han Zhong, Hou Gong, Lu Sheng dan Shi Sheng bepergian ke empat penjuru untuk memperoleh obat dewa, hanya saja seluruh upayanya sia-sia saja.

Para kultivator di dalam istana berturut-turut meramu sejumlah obat dewa untuk dipersembahkan kepada kaisar. Akan tetapi hasil yang diperoleh, malah ia semakin lama semakin kasar, mudah marah dan sulit diduga perangainya.

Qin Shi Huang mendengar omongan orang apabila kediaman seorang raja diketahui orang, pil dan obat-obatan panjang usia tak bakal berhasil dibuat di bumi. Ia sangat mempercayai hal tersebut dan memerintahkan 270 gedung istana di dalam radius 100 km satu sama lain dihubungkan dengan selasar yang tertutup kain tenda, dijejali dengan lonceng besar dan para dayang istana, tiada seorangpun boleh membocorkan keberadaan kaisar, yang melanggar diancam hukuman mati.

Pada suatu hari sebuah dokumen kemiliteran mendesak yang dikirim dari perbatasan langsung disampaikan ke istana dimana Qin Shi Huang sedang singgah.

Kaisar langsung marah besar, menganggap pengawal pribadinya telah membocorkan jejaknya. Pada saat ia menginterogasi tentang siapa yang membocorkan dan tiada yang mengaku, lantas memerintahkan seluruh punggawa di istana tersebut untuk dihukum mati.

Para kultivator di dalam istana sesudah mengetahui perbuatan Qin Shi Huang yang melanggar hukum alam, maka berundinglah mereka dan menetapkan tidak boleh lagi membuatkan obat hidup abadi kepada penguasa lalim semacam ini, agar rakyat seluruh negeri tidak dikuasai oleh pemerintahan brutal untuk selamanya.

Maka para kultivator yang sependapat meninggalkan tempat tersebut dan berpencaran ke empat penjuru.

Setelah mendengar berita itu, Qin Shi Huang sangat murka dan memerintahkan orang-orang yang melayani para kultivator yang tidak sempat melarikan diri, seluruhnya diceburkan sampai mati ke dalam sungai.

Ia bahkan ikut menyalahkan para cendekiawan aliran Konghucu dan memerintahkan pejabatnya menginterogasi mereka, bahwasanya murid-murid Konghucu tersebut baru bisa dihapus dosanya apabila menuntut/melaporkan orang lain.

Kemudian Qin Shi Huang memerintahkan penggalian sebuah lubang besar untuk mengubur hidup-hidup sejumlah 460 cendekiawan Konghucu yang divonis bersalah.

Ketika para kultivator berembuk hendak hengkang, kebetulan Wang Fu tidak di tempat, oleh karenanya tak sempat bertindak tepat pada waktunya. Ia digiring oleh petugas militer ke tepi sungai bersama-sama dengan orang-orang yang tidak sempat atau tidak ingin hengkang.

Sebagian besar kultivator yang memiliki ilmu sejati dalam menghadapi nasib apes tidak terlalu ambil pusing, karena ilmu supernormal mereka cukup mumpuni dalam melewati lintasan maut yang akan dihadapi.

Yang patut dikasihani ialah para bocah yang meladeni pekerjaan serabutan kaum kultivator, dengan senyap hilang ditelan air sungai. Nyawa di bawah kekuasaan lalim betapa tak memiliki arti!

Kemampuan Wang Fu hanya dapat menolong 2 bocah, dengan menyusuri aliran sungai mereka tiba pada tempat yang aman, ia menyuruh mereka mencari sendiri jalan ke-hidupannya, lantas ia sendiri berkelana ke empat penjuru untuk melanjutkan kunjungannya ketempat para dewa demi mencari Dao (jalan spiritual menuju kesempurnaan).

Kota raja abadi, dilalap musnah si Jago merah

Pada masa pemerintahan Qin Shi Huang tahun ke 37, utusan yang datang dari Guandong di dalam perjalanannya bertemu dengan seseorang yang mengatakan kepada utusan tersebut, “Tahun ini leluhur naga akan mati.”

Tatkala utusan tersebut hendak menanyainya, orang tersebut ternyata secara misterius menghilang dengan tiba-tiba. Si utusan melaporkan kejadian tersebut seutuhnya kepada Qin Shi Huang. Sang kaisar terdiam cukup lama, seusai jam kerja ia mengatakan kepada pengawalnya, ia menganggap itu adalah ramalan tentang kematiannya.

Kultivator yang ia tampung sudah dia habisi, tiada orang lagi yang bisa membuatkan obat untuk panjang usia. Cendekiawan aliran Konghucu juga telah dieksekusi, tidak ada seorangpun yang berdaya menangkal musibah tersebut, maka dengan terpaksa Qin Shi Huang minta bantuan peramal.

Juru ramal menyatakan bahwa ia harus berkelana baru bisa menghindari nasib buruk. Itulah sebabnya Qin Shi Huang memutuskan sekali lagi berkelana ke seluruh negeri. Hu Hai, anak bungsu Qin Shi Huang mengagumi kewibawaan ayahnya ketika berkelana, memohon hendak ikut. Qin Shi Huang akhirnya membawa serta Hu Hai dan patih Li Si, komandan regu kendaraan tengah, Zhao Gao dan lain sebagainya menapaki perjalanan tamasyanya yang terakhir.

Qin Shi Huang mendadak mati di dalam perjalanan, Li Si dan Zhao Gao memanipulasi surat wasiat sang kaisar, mengangkat Hu Hai sebagai penerus kaisar (boneka), dengan demikian telah sesuai dengan ramalan yang berbunyi:

“Pemusnah dinasti Qin adalah Hu (red: sesuai pameo yang bergulir kala itu)”. Sang kaisar penerus sama lalimnya dengan ayahnya, tetapi lebih tidak becus dibandingkan ayahnya, maka Zhao Gao yang licik memegang kendali pemerintahan dari balik layar.

Kaisar Qin II melanjutkan tindakan pemerintahan yang kejam dan menindas, pada awal pemerintahannya telah menghadapi gelombang pemberontakan di berbagai tempat dan tak mampu mengatasi dengan efektif.

Qin II mengagungkan sang ayah, meneladaninya dalam segala hal. Pembangunan istana A Fang dihentikan lantaran kematian Qin Shi Huang, agar para tenaga dan dananya dapat dialihkan ke gunung Li untuk menuntaskan pembangunan makam Qin Shi Huang.

Seusai pemakaman Qin Shi Huang, Qin II tak menghiraukan nasehat, tetap meneruskan pembangunan istana A Fang. Ia hanya bertahta selama 3 tahun, lantas dibunuh oleh Zhao Gao.

Saudaranya yang bernama Zi Ying dinobatkan sebagai raja (boneka), tetapi hanya bertahta tidak sampai 50 hari, pasukan Liu Bang (baca: Liu Pang. red: Pendiri dinasti baru, dinasti Han) datang menyerbu, runtuhlah dinasti Qin.

Kota raksasa dan kelompok istana dinasti Qin yang membentang pada ke dua tepi sungai Wei, konon sewaktu dibakar oleh Xiang Yu (Salah seorang warlord (adipati perang kala itu), api raksasa menyala selama 3 bulan belum padam juga.

Ketika imperium Romawi berada pada puncak kejayaannya sekitar permulaan tahun masehi, Nero membakar Roma, apinya hanya bertahan 7 hari, bila dibandingkan, dari situ bisa dinilai betapa luasnya areal kelompok istana Xian Yang.

Kelompok istana Xian Yang sesudah api besar lewat nyaris musnah, api tersebut selain membuat peradaban dinasti Qin musnah dalam sejarah, juga bersamaan dengan itu telah menjadi preseden buruk, yakni dikala dinasti baru lahir, peradaban dinasti sebelumnya dibabat habis.

Dinasti Qin dari mempersatukan Tiongkok hingga keruntuhannya, usianya hanya bertahan 15 tahun, adalah dinasti ke 2 di dalam sejarah Tiongkok yang memiliki usia terpendek (Satu peringkat di bawah dinasti Zhou Utara semasa dinasti Utara Selatan yang hanya berumur 14 tahun). Hasil karya fundamental “abadi” Qin Shi Huang yang diraih dengan susah payah, 3 tahun setelah kematiannya telah musnah dalam sekejap. Semua orang dari zaman dulu hingga kini telah mengetahui, perihal penyebab keruntuhan (sebuah dinasti) bahkan hanya dibutuhkan penjelasan dengan sebuah ungkapan yakni “Pemerintahan dengan politik kekerasan pasti musnah.”

Sebuah dinasti telah runtuh, dinasti selanjutnya tampil di atas panggung (sejarah). Daratan Tiongkok bagaikan panggung opera, tontonan besar sejarah tak hentihentinya datang pergi silih berganti.

Mengenai si pencari resep kedewataan dan penuntut ilmu Dao, Wang Fu, bagaimana kesudahannya?
Barangkali ia berada di samping Anda!?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar