Selasa, 20 Januari 2009

Krisis Kemanusiaan di Palestina Makin Parah








BEITH LAHIYA—Hidup di Jalur Gaza dirasakan menjadi kian sulit. Persediaan bahan makanan warga Palestina yang mendiami wilayah di utara Gaza makin menipis. Sementara stok obat-obatan di rumah sakit, seperti diungkapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hanya akan bertahan hingga sebulan.

Akibatnya, rumah sakit hanya menampung pasien yang keadaannya gawat darurat saja. Tak hanya itu, satu-satunya pembangkit listrik yang ada di Jalur Gaza, telah dihancurkan Israel. Kondisi ini diperparah dengan terbatasnya persediaan bahan bakar sebagai penggerak generator pengolah air. Meski, PBB telah memasok bahan bakar untuk menyalakan generator bagi 130 sumur air.

Di Beith Lahiya, Gaza Utara, krisis kemanusiaan itu telah nampak nyata. Secara brutal, tank-tank tempur Israel menghancurkan rumah-rumah warga dan hasil panen mereka. Israel juga merusak jaringan pipa air karena khawatir ada bahan peledak yang ditanam. Kini, praktis selama dua pekan warga Palestina hidup menderita tanpa listrik dan air.

Keberadaan pasukan tempur Israel di daerah perbatasan, menambah penderitaan warga Palestina. Bantuan kemanusiaan internasional yang semestinya diterima, dihalang-halangi pasukan tempur Israel. “Kemiskinan ini merupakan fakta. Bahkan saya tak dapat memberi makan bagi anak-anak tiga kali sehari,” kata Musbah Al Sultan, warga Beith Lahiya beranak tujuh yang rumahnya dihancurkan Israel.

Makanan tersisa pengganjal perut anak dan istrinya hanyalah air, teh, dan biskuit. Semula, makanan diperolehnya dari berdagang alat-alat rumah tangga. Namun, Jumat pekan lalu, serangan skuadron udara Israel telah meluluhlantakkan tokonya.

Sesaat setelah Israel menggencarkan serangannya beberapa waktu lalu itu, PBB menambah pasokan makanan dari 635 ribu menjadi 735 ribu orang. Padahal, warga Gaza jumlahnya mencapai 1,4 juta jiwa. PBB juga membuka tempat perlindungan di dua bangunan sekolah di Gaza Utara yang mampu menampung 235 orang. Mereka terpaksa meninggalkan rumah karena serangan brutal Israel terhadap pejuang Palestina juga mengenai penduduk sipil.

Senin lalu, kata John Ging, Kepala UN Relief and Works Agency (UNRWA), jumlah penghuni tempat perlindugan itu telah mencapai 1.000 orang. Menurut Ging, ada 230 kontainer bantuan makanan PBB yang hingga kini tertahan di perbatasan Gaza-Israel. Pintu masuk ke Gaza itu telah ditutup oleh pasukan tempur Israel sejak Senin (10/7). “Bila kontainer tersebut tak sampai ke Gaza, kami kehabisan stok kacang-kacangan dan persediaan susu pada minggu ini,” ungkapnya.

Tak bisa masuknya bantuan kemanusiaan itu, juga diikuti barang kebutuhan pokok milik pedagang. Kalaupun berhasil lolos, maka harga bahan kebutuhan seperti gula, tepung, dan susu bubuk menjadi sangat mahal. Juru Bicara Uni Eropa, Emma Udwin, mengatakan, pihaknya telah menyalurkan 765 ribu dolar AS untuk membantu rumah sakit di Jalur Gaza. Namun, bantuan itu tak diserahkan melalui pemerintah Hamas.

Namun, kepala tim penjaga perbatasan, Nir Press, mengaku telah membuka daerah perbatasan untuk bantuan kemanusiaan. Justru Palestina yang menolak bantuan tersebut. “Kami pikir, keadaan di Gaza tak menuju pada terjadinya krisis kemanusiaan,” kilah Press.
Pejabat Israel sendiri, sebagaimana dikatakan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, dan Menteri Pertahanan, Amir Peretz, memberikan izin atas serangan lanjutan. ap/afp/fer.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar